Putra Mahkota Kerajaan Sumbawa, Haji DMA Kaharuddin, SE.MBA akan dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa dengan Gelar Muhammad Kaharuddin IV.
Penobatannya berlangsung hari ini (Selasa,5/4) dalam prosesi yang sakral di Masjid Agung Nurul Huda, dimulai dengan sejumlah prosesi di Istana Bala Kuning.
DMA Kaharudin yang dinobatkan sebagai Putra Mahkota tanggal 5 April 1941 menggantikan Ayahandanya Muhammad Kaharudin III yang berkuasa pada Tahun 1958.
Dalam Dinasti Dea Dalam Bawa, Kaharuddin IV merupakan Sultan XVII Kerajaan Sumbawa, dan sultan pertama diera Sumbawa modern.
Bagi Tau dan Tana Samawa, penobatan sultan sangat penting dan bermakna. Penobatan sultan tidak dihajatkan untuk menjadi Kepala Negara bagi suatu Negara yang berdaulat, tapi sultan akan menjaga dan mengawal Pusaka Sumbawa, yakni adat dan budaya yang religious (Adat Bersendi Syara, Syara Bersendi Kitabullah) demi keselamatan masyarakat, pemimpin dan Tana Sumbawa (Kerik Selamat Tau ke Tana Samawa).
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah Sultan dan Raja di Nusantara akan hadir diantaranya Raja Tabanan, Raja Niki-niki Amantuban, Raja Teranate, Raja Tidore, Sultan Cirebon dan keluarga dekat Sultan dari Sulawesi dan Bima.
Selain itu, permaisuri Sultan Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas akan hadir. Akan hadir pula Pejabat Negara, Negarawan dan Tokoh Sumbawa yang tinggal di luar daerah.
Semua tamu agung tersebut telah tiba, termasuk Permaisuri Kesultanan Yogyakarta.
Sultan Kaharuddin VII lahir di Sumbawa tanggal 5 April 1941.
Dari perkawinannya dengan Andi Tendri Djadjah Burhanuddin-seorang Bangsawan dari Sulawesi Selatan -Sultan dikaruniai dua orang putri dan seorang putra.
Sultan menempuh pendidikan Sarjana Muda Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada jurusan uang dan bank tahun 1963, dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tahun 1989.
Untuk karir, Sultan merupakan salah satu komisaris Bank NTB. Sebelumnya, ia bekerja sebagai salah satu Direktur di Bank Bumi Daya.
Sejumlah upacara
Sebelum dinobatkan pada hari ini (Selasa, 05/04), Putra Mahkota Kesultanan Sumbawa, HDMA Kaharuddin mengikuti prosesi pensucian yang dalam adat Sumbawa disebut Basiram. Prosesi ini berlansung di Istana Bala Kuning, Senin (04/04) pagi.
Sehari sebelumnya (Minggu, 03/04) telah dilakukan Bajiwa, yaitu ikhtiar meminta perlindungan Allah SWT agar semua kegiatan penobatan berlansung lancar. Setelah itu Air untuk mensucikan Sultan Dan permaisuri,Andi Tendri Djadjah Buranuddin, diambil dalam prosesi adat Ete Ai Kadewa. Air yang berasal dari empat sumber itu diinapkan sehari semalam.
Koordinator prosesi penobatan Sultan sumbawa, Hassanundin, SPd mengatakan, setiap tahapan prosesi penobatan Sultan Sumbawa sarat dengan makna, karenanya keseluruhan prosesi penobatan harus dilakukan dengan kesungguhan hati."Basiram merupakan pensucian diri, hati dan jiwa sebelum Sultan menerima amanah sebagai pemimpin," terangnya.
Kegiatan Basiram diawali dengan 'Sateri Ai Mula' yang dilakukan oleh KH M Zain A Rasyid salah seorang 'Sandro' sekaligus Tokoh Ulama di Sumbawa yang juga pelindung Penasehat Harian Umum Gaung NTB.
Setelah itu, dilanjutkan dengan 'Sateri Ai Basiram' yang dilakukan oleh 10 orang yang memiliki kriteria khusus, yakni Hj. Ruma Saleha, Lala Cambung, HLA. Muslimin, Drs. HB Thamrin Rayes, H. Lalu Muhadli, Lalu Bangsawan Datu Kemang, Drs. H. Mala Rahman, HM. Nur Guniati, Drs. Syaharuddin Ahmad, Hj. Fatimah Alwi, HL. Abdulrahmansyah.
Di jelaskan Hasnunddin, bahwa pihak yang melakukan basiram, bukanlah orang-orang sembarangan, tetapi orang pilihan, seperti orang yang menjadi "Seteri Ai Mula' harus seorang 'Sandro' karena diserahkan tugas sebagai penanggung jawab atas diri sultan.
Sementara untuk orang-orang yang melakukan Basiram jelas Hasanuddin, memiliki kriteria minimal berumur sepadan dengan diri sultan, memiliki ketokohan dalam bermasyarakat, kematangan dalam rumah tangga, agama, bangsa dan negara.
Setelah itu sambung Hasunuddin, orang yang melakukan Basiram pada Zaman dahulu diambil dari kerabat, perwakilan dari Kemuntar Telu dan Majelis Adat, ada juga ketentuan mewakili wilayah di Sumbawa yakni, Ano Siup, Ano Rawi, Tengatan, Lit luar (Bagian Selatan). "Ketentuan ini juga berlaku pada waktu dulu zaman raja," papar Hasanunddin.
Sumber : Admin-HU.GaungNTB |
0 komentar:
Posting Komentar