Tokoh yang memegang peran utama dalam perkembangan sejarah Bima pada awal abad XX adalah salah seorang putra sultan Ibrahim (Sultan XIII) dengan permaisurinya Siti Fatimah Binti Lalu Yusuf Ruma Sakuru yaitu "Sultan Muhammad Salahuddin". Sultan Ibrahim menamai puteranya dengan Salahuddin karena terinspirasi dari ketokohan Sultan Salahuddin Al Ayyubi, seorang Raja sekaligus pemimpin Islam berpengaruh di perang Salib. Sultan Muhammad Salahuddin lahir di Bima pada tanggal 15 Zulhijah 1306 H atau 15 Juli 1888. Secara numerologi saja, beliau sudah terkesan keramat. Lahir pada tahun dengan angka 8 deret tiga, ini adalah momen langka, beliau lahir di bulan Zulhijjah yang dianggap sebagai salah satu bulan mulia dalam Islam. Berikut ini adalah lima belas point penting yang saya rangkum dari berbagai sumber, terutama dari karangan Bapak Alm. H. M. Hilir Ismail, tentang Sultan Muhammad Salahuddin :
- SEORANG SANTRI
Sejak kecil Muhammad Salahuddin sudah dididik dalam lingkungan religius yang taat, apalagi ayahnya adalah seorang Sultan yang terkenal memiliki koneksi bilateral dengan Mekkah. Pendidikan agama, ilmu tauhid, fiqh dan Hifdzul Qur’an maupun Mustalah Hadits, beliau dapati langsung dari Ulama-ualam Jawi terkemuka seperti Syekh Hasan Sahab dan Syekh Abdul Wahab As Syafi’i dari Mekah. Sultan Muhammad Salahuddin merupakan murid tekun dan genius, beliau bahkan mempunyai perpustakaan pribadi yang berisi Kitab-kitab dari Ulama besar berhaluan Syafi’i. - SEORANG PENULIS
Muhammad Salahuddin juga gemar menulis, salah satu buku karangannya adalah “Nurul Mubin” diterbitkan oleh percetakan “Syamsiah Solo” sebanyak tiga kali dan penerbitan terakhir pada tahun 1942. Buku ini menjadi cukup terkenal, karena judulnya sama dengan salah satu kitab karya Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. - TERKADER SEBAGAI PEMIMPIN MODERN
Tanggal 2 November1899, diangkat menjadi “jena teke” (Putera Mahkota) oleh majelis Hadat. Untuk menimba pengalaman dalam menjalankan roda pemerintahan, maka pada tanggal 23 maret 1908 dianggkat menjadi jeneli Donggo (jabatan setingkat camat). Setelah ayahnya Sultan Ibrahim mangkat pada tahun 1915, Muhammad Salahuddin didapuk menjadi Sultan di masa-masa sulit menghadapi rongrongan penjajahan Belanda. - PEMIMPIN REGIONAL
Pada tahun 1949 diangkat menjadi pemimpin Dewan Raja – Raja se-pulau Sumbawa atas persetujuan sultan Dompu dan Sultan Sumbawa. Dalam bidang organisasi pergerakan, sultan Muhammad Salahuddin menjadi perintis, pelindung dan ketua berbagai organisasi yang bergerak di bidang agama, sosial dan politik. - PIONIR PENDIDIKAN MODERN Pada tahun 1921, Muhammad Salahuddin mulai mencanangkan sistim pendidikan modern dengan mendirikan HIS di Kota Raba. Kemudian pada tahun 1922, mendirikan sekolah kejuruan wanita ( kopschool ) di Raba .Untuk memimpin sekolah itu, sultan Muhammad Salahuddin mendatangkan seorang keturunan Indonesia yang berjiwa nasionalis dari sulawesi selatan bernama SBS Yulianche. Guna pemerataan pendidikan , pada tahun 1922 Sultan Muhammad Salahuddin mendirikan sekolah agama dan umum di seluruh kejenelian (Sekarang kecamatan). Mulai saat itu di desa – desa tertentu dirikan sekolah agama setingkat ibtidaiyah yang bernama ”Sakola kita” (Sekolah Ngaji Kitab Arab Melayu) dan sekolah umum yang bernama “Sekolah Desa” yang kemudian berkembang menjadi “Sekolah Rakyat” yang setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) pada masa sekarang. Pada tahun 1931 Ruma Bicara (perdana Menteri) Abdul Hamid bersama Abdul Wahid Karim Muda tokoh Muhammadiyah kelahiran sumatera Barat,mendirikan “Madrasyah Darul Tarbiyah” di kota Raba.
- CINTA ILMU PENGETAHUAN Pada awal pelaksanaan sistim pendidikan modern, Sultan mengalami banyak kendala. Masyarakat yang terkenal taat pada agama, curiga dengan sistim pendidikan yang berasal dari orang Belanda yang dianggap ”Dou kafi” (orang kafir). Untuk mengantisipasi kecurigaan masyarakat, Sultan berusaha mendatangkan guru – guru yang beragama Islam dan berjiwa nasionalis dari berbagai daerah luar, antara lain dari makasar dan Jawa. Guru – guru non Islam tetap berjiwa nasionalis diusahakan untuk mengajar di sekolah umum. Akhirnya kehadiran guru – guru tersebut disambut baik oleh masyarakat. Semangat persatuan yang tidak dibatasi oleh suku dan agama mulai terjalin. Hal ini mulai pertanda tumbuhnya semangat kebangsaan di Bima. (M. Hilir Ismail, 2002). Guru – guru yang didatangkan dari luar daerah, antara lain Muhammad Said dan SBS Yulianche dari Makasar. Salah satu kebijakan Sultan Muhammad Salahuddin yang patut dihargai ialah memberikan beasiswa kepada pelajar yang berprestasi untuk belajar ke Makasar dan kota – kota besar di Jawa, bahkan ada yang di kirim ke timur tengah. Pelajar yang diberi beasiswa benar – benar berdasarkan prestasi dengan tidak mempertimbangkan status sosial dan jenis kelamin. Setelah kembali ke Bima, mereka tampil sebagai pemimpin dan tokoh perjuangan pada masa revolusi kemerdekaan.
- PEDULI PADA KESETARAAN GENDER Munculnya organisasi “Rukun Wanita” yang dirintis oleh permaisurinya Siti Aisyah pada tanggal 11 September 1949 mendapat respon positif dari Sultan Muhammad Salahuddin. Organisasi lokal ini diketahui oleh SBS Yulianche, ketua muda putri Siti Maryam Binti Muhammad Salahudin, sekretaris I Nurbani Abidin Ishak, sekretaris II Siti Maryam guru sekolah rakyat Raba dan Siti Aisyah Nasruddin sebagai bendahara. Sejak awal pemerintahannya, Sultan memperhatikan kepentingan wanita. Karena itu Sultan Muhammad salahuddin juga mendukung sepenuhnya Aisyah Bima yang dirintis oleh Ibu Sulastrti. Secara resmi berdiri pada tahun 1938, dengan susunan pengurus yang diketuai oleh Ibu Jaenab AD Talu dan wakil ketua Oleh Ibu Kartini M. Amin.
- PERINTIS NAHDLATUL ULAMA Konon, pada tahun 1936 Syekh Hasan Syechab yang merupakan salah satu pengurus (Hoofd Bestuur Nahdatoel Oelama) di Batavia mendapat undangan kehormatan langsung dari Sultan. Salahuddin tertarik dengan organisasi ini yang sehaluan dengan perspektif keislaman Ahlussunnah walJama’ah yang dia pelajari sejak muda. Bahkan sejak awal dirintis, Sultan langsung bertindak sebagai Ketua, dan ini menjadi catatan tersendiri dalam sejarah NU, bahwa satu-satunya cabang NU yang dipimpin oleh Sultan adalah Bima. Selain itu, bersama Syekh Hasan pula Sultan mendirikan “Madrasah Darul Ulum” di kampung Suntu Bima.
- TOLERAN DAN INKLUSIF Kehadiran organisasi yang tidak berazaskan Islam, seperti Parindra tahun 1939, PIR tahun 1949 dan PNI pada era yang sama, tetap disambut baik oleh Sultan Muhammada Salahuddin. Kendati secara pribadi dirinya adalah seorang tokoh nasional Islam yang berjiwa Demokrat. Sultan Muhammad Salahuddin tetap menghargai keragaman misi, selama visi kedepan tetap satu, yaitu merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah. Dalam hal pendidikan, bahkan beliau memberi ruang yang sama bagi guru-guru non muslim untuk mempersembahkan pemikirannya bagi kemajuan Bima.
- SAHABAT DAN GURU BUNG KARNO Kunjungan pertama Soekarno dilakukan sebelum Indonesia merdeka yaitu pada pada bulan agustus tahun 1933 saat pembuangannya di Ende. Dalam perjalanannya di Ende itulah Soekarno singgah dan menginap di Istana Bima. Atas permintaan Pemerintah Belanda Sultan Muhammad Salahuddin menyiapkan satu ruangan tempat tidur untuk Soekarno muda, kamarnya berhadapan dengan kamar pribadi Sultan di lantai dua gedung Istana. Kemungkinan sejak saat inilah keakraban Soekarno dengan Sultan Salahuddin mulai terbangun, dan bisa saja ide-ide kemerdekaan maupun negosiasi awal untuk mengajak Kesultanan Bima mendirikan NKRI mulai dirintis. Kunjungan kedua dilakukan pada tanggal 3 Nopember 1950, lima tahun setelah kemerdekaan, dan Soekarno menempati kamar yang 17 tahun lalu juga disinggahinya.
- NASIONALIS SEJATI Sebagai reaksi penolakan isi perjanjian Linggar Jati yang ditanda tangani oleh Sultan Syahrir pada tanggal 23 Maret 1947, dan pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT), Sultan Muhammad Salahudin bersama tokoh pemuda, pada tanggal 23 Maret 1948, mendirikan organisasi lokal “Ikatan Qaum Muslimin Indonesia” (IQAM). Dengan susunan pengurus H. Usman Abidin (ketua) dan wakil ketua M. Idris Jafar, Sekretaris I M. Saleh Bakry dibantu sekretaris II Jafar AR, Bendahara Abdullah Amin Teta Hafsah dengan pembantu masing – masing Nasaruddin dan M. Hasan. Pada tahun 1949, pengurus IQAM menghadiri kongres Al Islami di Yokyakarta untuk memperjuangkan pemerintahan pusat menolak pembentukan negara RIS. Pada tanggal 22 November 1945, Sultan Muhammad Salahuddin mencetuskan pernyataan jiwa seluruh lapisan masyarakat Bima, yang sangat mencintai negara kesatuan Republik Indonesia yang telah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Pernyataan cinta setia kepada negara kesatuan RI, yang dikeluarkan pada tanggal 22 November 1945 terkenal dengan “Maklumat 22 November 1945”.
- PELOPOR PEMBANGUNAN Bangunan monumental yang merupakan saksi sejarah perjuangan Sultan bersama rakyat, ialah dua Istana dan sebuah Masjid. Dua Istana yang didirikan beliau pada tahun 1927 yatiu Istana Kesultanan Bima dan Istana kayu yang bergaya arsitektur Mbojo bernama Asi Bou, serta Pendopo Lama Bupati Bima. Bangunan bersejarah itu sekarang sudah ditetapkan sebagai benda Cagar Budaya. Salah satu dari sekian banyak Mesjid yang beliau dirikan ialah Mesjid Raya Bima yang berada disebelah timur Istana. Mesjid yang didirikan oleh Sultan Muhammad Salahuddin pada tahun 1947 itu, bernama Mesjid Raya Al Muwahiddin Bima.
- PAHLAWAN BANGSA Mungkin tidak semua jenazah Raja maupun Sultan disemayamkan di gedung bersejarah Jalan Pegangsaan (Gedung Proklamasi), tetapi atas pertimbangan keistimewaan apa, sehingga Presiden Soekarno yang saat itu masih dalam lawatan luar negeri meminta kepada beberapa orang suruhannya agar jenazah Sultan Muhammad Salahuddin disemayamkan dulu di gedung Proklamasi. Alasan Presiden sederhana, “sebagai wujud Penghormatan atas jasanya bagi kemerdekaan”. Meski ditawari untuk dimakamkan di taman makam pahlawan, keluarga tetap teringat pada wasiatnya di kala hidup agar dimakamkan di pekuburan rakyat saja.
- NAMA AIRPORT Pada tahun 1982, Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Bima menetapkan perubahan nama bandar udara Palibelo Bima menjadi Bandar Udara Muhammad Salahuddin Bima sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa beliau membangun Bima, baik sebagai Sultan maupun Kepala Daerah Pertama.
- NAMA MASJID Sebagai sosok yang dikenal Islami, nama beliau diabadikan sebagai nama dua Masjid yang ada di Kota Bima saat ini. Pertama, masjid Salahuddin kampung melayu yang berdekatan dengan langgar kuno Bima. Dan kedua, Masjid Jami’ Sultan Muhammad Salahuddin di kampung Sigi (masjid ini sudah ada sejak tahun 1778, namun mengalami kehancuran akibat bom sekutu pada tahun 1944, lalu dipugar dan kembali ke bentuk seperti sedia kala)
Editor : onco
0 komentar:
Posting Komentar